Tahfidz Terjemah Lafdziyah Al-Qur’an

SUara Jombang – Bahasa Arab mempunyai peranan yang begitu penting dalam perjalanan seorang muslim untuk memperdalam ilmu agama. Hal ini disebabkan literature yang berkaitan dengan Pengetahuan agama kebanyakan menggunakan bahasa Arab.

Sementara, stigma yang berkembang di sebagian masyarakat muslim Indonesia berasumsi bahwa belajar bahasa Arab masih dianggap sulit dan rumit, padahal setiap bahasa memiliki tingkat kesulitan dan kemudahan yang berbeda-beda tergantung pada karakteristik sistem bahasa itu sendiri, baik sistem fonologi, maupun sintaksis dan simantiknya.

Dalam pengajaran bahasa salah satu segi yang sering disorot adalah segi metode. Sukses atau tidaknya pengajaran bahasa sering kali dinilai dari segi metode yang digunakan, sebab metodelah yang menentukan isi dan cara pengajaran bahasa arab. Sedangkan dalam pengajaran bahasa ada tiga istilah yang perlu dipahami pengertian dan konsepnya secara tepat, yakni pendekatan, metode dan teknik.

Pendekatan adalah seperangkat asumsi berkenaan dengan hakekat bahasa, dan belajar mengajar bahasa. Metode adalah rencana menyeluruh penyajian bahasa secara sistematis berdasarkan pendekatan yang ditentukan. Dan teknik adalah kegiatan spesifik yang diimplementasikan dalam teks, selaras dengan metode dan pendekatan yang telah dipilih. Maka pendekatan bersifat aksiomatis, metode bersifat prossedural, dan teknik bersifat oprasional.

Seorang muslim yang ingin menguasai bahasa Arab diharuskan melalui proses pembelajaran bahasa Arab. Adapun menurut Syekh Mustafa Al-Ghalayani, dalam kitab “Jami’al Durus al Lughah al ‘Arabiyyah” sarana yang digunakan seorang muslim dalam pembelajaran bahasa Arab ada 13 macam pembahasan, diantaranya adalah Nahwu dan Shorof. Untuk memahami dan menguasai ilmu tersebut membutuhkan waktu yang lama untuk mempelajarinya.

Nahwu-Shorof adalah dua disiplin ilmu yang dapat digunakan sebagai ilmu alat untuk dapat membantu menterjemahkan dan memahami Al-Qur’an dan kitab kuning dengan baik dan benar.

Nahwu-Shorof adalah dua disiplin ilmu yang dapat digunakan sebagai ilmu keterampilan atau ilmu alat, dan membantu untuk dapat menterjemahkan dan memahami Al-Qur’an dan kitab kuning dengan benar. Sebagai ilmu alat, Nahwu-Shorof tumbuh dan berkembang sejak zaman sahabat tabi’in. Ilmu Nahwu pertama kali disusun oleh Abdul Aswad Ad-Duali atas perintah shahabat Ali Karromallahu Wajhah “Syarah Muhtasor Jiddan”, sedangka ilmu Shorof pertama kali disusun oleh Ulama’ dari kufah yang bernama Imam Mu’adz bin muslim “As-Sorful Wadih”.

Munculnya Teori Quantum Nahwu-Shorof Linnaasyiin yang disebut dengan metode Tamyiz supaya dapat diajarkan dan dipahami dengan mudah dan menyenangkan oleh anak kecil Indonesia yang rata-rata hanya bisa membaca Al-Qur’an dengan metode tajwid tanpa memahami terjemahnya. Dan dengan menggunakan pendekatan struktur satuan bahasa dimulai dari satuan yang terkecil yaitu abjad, kalimah / lafadz sampai kepada satuan yang terbesar yaitu jumlah / kalam. Dengan hasil akhir anak kecil tersebut dapat membaca, menerjemahkan dan

mengajarkaan Al-Qur’an dan kitab kuning sesuai dengan kaidah Nahwu-Shorof yang juga disesuaikan dengan latar belakang orang Indonsia.

Prof. Dr. KH. Akhsin Sakho Muhammad al-Hafidz menjelaskan “kendala yang dihadapi santri selama ini adalah sulitnya memformulasikan teori nahwu-shorof dengan cara pembelajaran yang mudah, karena nahwu-shorof terlanjur dipersepsikan sebagai pelajaran yang sulit”, adapun kendala tersebut adalah : Harus belajar membaca kitab nahwu dan shorof; harus belajar menerjemahkan kitab tersebut; Harus belajar memahami teori kitab tersebut; Harus belajar mengaplikasikan teori kitab tersebut pada kitab kuning lain; Pada kitab tertentu harus menghafal matan dan nadzom.

Karena kendala itulah maka dibutuhkan waktu bertahun-tahun bagi santri untuk dapat membaca kitab kuning. Dengan metode Tamyiz, kendala itu bisa teratasi. Pasalnya, Metode Tamyiz merupakan formulasi teori Quantum Nahwu-Shorof Linnaasyiin dengan cara pembelajaran yang mudah dan menyenangkan bagi santri Indonesia. Sebuah metode yang mampu membuat santri dan siapapun yang bisa membaca Al-Qur’an bisa langsung pintar membaca, menguraikan struktur kata sekaligus menerjemahkan Al-Qur’an dan kitab kuning dengan pendekatan struktur satuan bahasa dimulai dari terkecil yaitu abjad, kalimah / lafadz sampai yang terbesar yaitu jumlah / kalam “struktur yang tadrijiy” dalam waktu kurang lebih 100 jam belajar atau tidak perlu bertahun-tahun untuk bisa membaca kitab kuning.

Hasil riset metode Tamyiz tentang Al-Qur’an menunjukan data bahwa: Bagi pembaca Al￾Qur’an yang ingin menghafal Al-Qur’an maka harus menghafa 7 Manzil, 30 Juz, 60 Hizb, 114 Surat, 6.236 Ayat yang ada pada 604 Halaman mushaf Al-Qur’an. Sedangkan bagi pembaca Al￾Qur’an yang ingin memahami dan menghafal terjemah makna Al-Qur’an, metode Tamyiz mengidentifikasi klasifikasi terhadap 2.065 lafadz tersebut sebagai berikut:

  • Berupa Huruf pengulangannya sebanyak 34,4 %
  • Berupa Isim pengulangannya sebanyak 37,7 %
  • Berupa Fi’il pengulangannya sebanyak 27,9 %

2.065 lafadz tersebut dalam Al-Qur’an diulang-ulang sedemikian rupa sebanyak 77.865 kali “dalam riwayat Imam Hafs” dengan klasifikasi sebagai berikut :

  • 939 lafadz yang sering diulang (diulang-ulang lebih dari sama dengan 10 kali) pengulangannya sebanyak 65.692 kali (84 %).
  • 1.126 lafadz yang jarang diulang (diulang-ulang kurang dari 10 kali) pengulangannya sebanyak 12.173 kali (16 %).

Karena ada 939 lafadz yang sering diulang dalam Al-Qur’an prosentasi pengulangannya sangat besar (84 %) maka mempelajari terjemah makna Al-Qur’an metode Tamyiz 1 dimulai

dengan menhafal lafadz tersebut berupa :

  • 175 lafadz Huruf diulang sebanyak 26.787 kali mewakili 34,4 %;
  • 383 lafadz Isim yang paling sering diulang sebanyak 14.630 kali mewakili 18,7 %;
  • 167 lafadz Fi’il yang paling sering diulang sebanyak 13.905 kali mewakili 17,8 %;
  • 214 lafadz Isim dan lafadz Fi’il yang terjemahnya sama dalam bahasa Indonesianya diulang sebanyak 10.313 kali mewakili 13,3 %;
  • 939 lafadz diatas total pengulangannya sebanyak 65.692 kali mewakili 84 % setara dengan 25 Juz.

Adapun target yang akan dicapai santri dalam proses belajar mengajar dengan menggunakan metode Tamyiz adalah sebagai berikut:

Level 1: Santri memahami cara mudah menerjemahkan lafdziyah Al-Qur’an. Dengan syarat santri bisa membaca Al-Qur’an dengan baik;

Level 2: Santri memahami cara mudah membaca I’rob Al-Qur’an dan kitab kuning “Fathul Qorib”. Dengan syarat santri sudah bisa membedakan kalimah Huruf, Isim, dan Fi’il, baik Fi’il Mudhari’, Amar dan Madhi;

Level 3: Santri bisa memahami terjemah Al-Qur’an dan kitab kuning dengan baik, dan santri pintar membaca tarkib Al-Qur’an dan kitab kuning. Dengan syarat Santri memahami latar belakang dan landasan teoritis “literature” setiap materi pada level 1 & 2; Santri sudah setoran terjemah 100 ayat dalam Q.S. Al-Baqarah; Santri sudah setoran membaca kitab “Fathul Qorib”; dan Santri dinyatakan lulus oleh tim penguji;

Level 4: Santri memahami tentang bentuk perubahan kata dalam Al-Qur’an dan kitab kuning. Dengan syarat santri sudah memahami level 3 dengan baik;

Level 5: Santri pintar membaca makna isytiroq dan isytiqoq Al-Qur’an dan kitab kuning. Dengan syarat santri sudah memahami level 4 dengan baik.

Sistem standar pembelajaran metode Tamyiz menganut prinsip umum pembelajaran yaitu “cara mengajar guru lebih penting dari materi yang diajarkan”. Prinsip umum tersebut akan sangat menentukan hasil yang diperoleh santri dalam memahami terjemah makna Al-Qur’an dan membaca kitab kuning, apabila guru atau ustadz mampu mengajarkannya dengan cara yang baik, sesuai standar pembelajaran Tamyiz akan menghasilkan santri yang dapat menerjemahkan Al-Qur’an dan membaca kitab kuning dalam 100 jam belajar. Sebaliknya, apabila cara mengajarkannya tidak sesuai dengan standar pembelajaran Tamyiz maka sangat sulit mencapai target tersebut.P embelajaran adalah proses tranformasi data dan informasi kepada otak manusia. Manusia dibekali otak oleh Allah SWT yang luar biasa, sebagaimana Allah berfiman dalam Q.S. An-Nahl ayat 78 yang artinya:

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahi sesuatupun, dan dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur”.

Pembelajaran yang optimal adalah pada saat ketiga otak manusia “pendengaran, penglihatan, dan hati” semuanya aktif sesuai dengan fungsi masing-masing yang saling melengkapi satu sama lain. Proses aktifasi ketiga otak santri pada saat belajar bukan ditentukan oleh santri itu sendiri, tetapi lebih ditentukan dari cara atau metode seorang pengajar. Inilah yang dimaksud dengan “cara mengajar guru lebih penting dari materi yang diajarkan”.

Ikuti Kami di
Tulisan resepndeso07@gmail.com tidak mewakili pandangan Redaksi, penulis bertanggung jawab penuh atas isi, foto, video, dan grafik yang dibuat pada laman Suarajombang.com

Related Posts

Bagikan Inspirasi
SuaraJombang.com

*Artikel yang dikirimkan akan dimoderisasi sebelum tayang pada halaman Suara Jombang

Gabung untuk Menulis dan Berkomentar!

Masuk dengan menggunakan salah satu akun media sosial kamu

Daftar dengan Akun Sosial media!

Gunakan salah satu media sosial untuk melakukan registrasi

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.