Suara Jombang – Berbicara mengenai cinta, ada satu hal menarik yang kebanyakan orang mengatakan salah satu bukti cinta adalah cemburu. Benarkah demikian? Berdasarkan studi literasi dari beberapa bacaan yang ada ternyata, pada hakikatnya, cemburu bukanlah selalu sifat tercela.
Di dalamnya terkandung maksud Allah menjadikan sifat itu kepada manusia. Namun sifat cemburu Allah tidak boleh disamakan dengan sifat cemburu makhluk-Nya. Sebagaimana sifat Allah yang lainnya. Kesamaan nama tidak harus menjadikan kesamaan hakikat.
Jadi walaupun seorang hamba punya sifat cemburu dan Allah juga punya sifat cemburu namun hakikat dari dua sifat itu berbeda karena beda penyandarannya. Satu disandarkan kepada Allah dan dan yang satu disandarkan kepada makhluk.
Lantas bagaimana Islam dengan ajaran yang sempurnanya memandang kata cemburu ini? Berikut beberapa pemaparan mengenai cemburu dalam Islam. Dalam kitab Riyad as-Salihin karya Imam an-Nawawi bab Muraqabah menuliskan dengan mengambil redaksi hadist dari Abu Hurairah diriwayatkan Bukhari & Muslim yang berbunyi:
إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَغَارُ ، وَغَيْرَةُ اللَّهِ تَعَالَى ، أنْ يَأْتِيَ الْمَرْءُ مَا حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ » متفقٌ عليه
“Sesungguhnya Allah Ta’ala itu cemburu dan kecemburuan Allah ialah apabila ada seorang manusia mendatangi “mengerjakan apa-apa yang diharamkan oleh Allah atasnya”. (muttafaq ‘alaih)
Cemburu dalam hadits tersebut adalah diksi indah yang dipilih Rasulullah untuk melukiskan hebatnya sebuah ilustrasi rasa, kata indah yang berkali kali Rasulullah utarakan untuk mendeskripsikan sebuah suasana bahwasannya Dzat Maha Pencipta Allah yang menggenggam cinta adalah pencemburu pada sebuah situasi atas hambanya. Bentuk kecemburuan Allah tersebut tidaklah seperti perasaan yang biasa hadir dalam hati manusia yang berpusat pada dirinya sendiri.
Cemburunya Allah justru untuk melindungi manusia dan membawanya pada jalan keselamatan. Oleh karena itu, Allah cemburu bila melihat hamba-Nya justru lebih sering mengingat yang lain, selain mengingat-Nya. Allah cemburu bila mendapati hamba-Nya melakukan kemaksiatan di tengah limpahan nikmat dan karunia-Nya. Lebih cemburu lagi bila Allah mendapati hamba-Nya melanggar perintah-Nya.
Hal ini menunjukkan bahwa kecemburuan Allah membuktikan betapa besarnya rasa cinta dan sayang-Nya kepada seorang hamba melebihi siapapun, jangan sampai cemburu itu berubah menjadi murka Allah yang mengantarkan ke Neraka karena perbuatannya yang diharamkan oleh agama. Rasulullah mengilustrasikan sebuah kejadian disaat para sahabat sedang berkumpul agar lebih mudah difahami ternyata kasih sayang Allah sangat besar kepada Hamba-Nya sebagaimana dalam hadits:
Umar bin al-Khaththab menceritakan bahwa suatu ketika didatangkan di hadapan Rasulullah serombongan tawanan perang. Ternyata ada seorang perempuan yang ikut dalam rombongan itu. Dia sedang mencari-cari anaknya. Setiap kali dia menjumpai bayi di antara rombongan tawanan itu maka dia pun langsung mengambil dan memeluknya ke perutnya dan menyusuinya.
Maka Rasulullah pun berkata kepada kami, “Apakah menurut kalian perempuan ini akan tega melemparkan anaknya kedalam kobaran api?”. Maka kamipun menjawab, “Tentu saja dia tidak akan mau melakukannya, demi Allah. Walaupun dia sanggup, pasti dia tidak mau melemparkan anaknya ke dalam api”. Maka Rasulullah mengatakan, “Sungguh, Allah jauh lebih menyayangi hamba-hamba-Nya dibandingkan kasih sayang perempuan ini kepada anaknya”. (H.R. Bukhari dan Muslim)
Belajar dari kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ya’qub yang membuat Allah cemburu padahal hanya mencintai putranya sendiri:
- Kisah Pertama; Nabi Ibrahim yang begitu mencintai putera pertamanya Ismail, sehingga Allah mengambil Ismail dari tanganya. Dengan cara Allah memerintahkan Ibrahim untuk menyembelih puteranya sebagai bukti cintanya Ibrahim sebenarnya hanya diperuntukkan untuk siapa. Dan ketika itu, saat Ibrahim meletakkan pisau diatas leher Ismail, maka disana terbukti bahwa kecintaan yang ada dihati Ibrahim adalah kecintaan hanya kepada Allah semata, maka Allah memerintahkan malaikat Jibril untuk mengganti Ismail dengan kambing.
- Kisah Kedua; Nabi Ya’qub yang sangat mencintai anaknya yang bernama Yusuf, kecintaan Ya’qub terhadap Yusuf mampu memenuhi semua kebutuhan hidup dan hatinya. Maka, Allah mengambil Yusuf selama 20 tahun mengakibatkan kesedihan yang mendalam pada Ya’qub sampai akhirnya ditimpa kebutaan akibat tangisanya yang berlarut-larut hingga membuat kedua matanya tidak bisa melihat. Ketika hatinya kembali dipenuhi cinta kepada Allah. Setelah itu, Allah mengembalikan Yusuf pada pelukan Ya’qub. Dengan wahyu yang diterimanya, Yusuf segera memberikan perintah kepada saudaranya yang bernama Yahudza untuk membawa baju yang dia kenakan agar dibawa kehadapan ayahnya dan meletakanya di wajah sang-ayah maka nantinya Ya’qub akan segera bisa melihat sediakala.
Dengan demikian, patutlah diketahui bahwa Allah itu pencemburu dikala seorang hamba berbuat apa yang dilarang oleh-Nya. Dan masihkah hendak membalas cinta Allah yang begitu besar dengan melanggar larangan-Nya? Jika benar ingin semakin dicintai Allah, maka jalannya adalah dengan cara mematuhi perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Setiap apa yang dilarang dan diharamkan di atas bumi ini adalah untuk kebaikan manusia. Meskipun tak semua larangan dapat dimaknai dengan akal dan pikiran yang terbatas ini. Dosa-dosa itu memiliki efek yang besar dan fatalnya bisa membawa seseorang pada kekufuran jika terlalu sering menerjang perkara yang diharamkan. Dan jika kemaksiatan sudah menjadi suatu kebiasaan akan membuat seseorang sulit bertaubat.
Semakin tertutup hati seorang hamba maka akan semakin sulit untuk kembali dan bertaubat kepada Allah. Ibnul Qayyim mengatakan, “efek negatif dosa yang paling berbahaya bagi seorang hamba adalah dosa yang mampu melemahkan keinginan hati untuk melakukan perbuatan maksiat semakin kuat. Dosa melemahkan keinginan hati untuk bertaubat sedikit demi sedikit sampai akhirnya semua keinginan untuk taubat tercabut dari hati. Padahal seandainya separuh dari hati seseorang itu sudah mati, maka susah untuk bertaubat kepada Allah”.